Setelah
kecelakaan itu, semuanya memang terasa pudar baginya. Kiran, seorang gadis
manis, ceria, seorang gadis yang tak pernah terlihat murung didepan orang lain.
Tapi, saat ini semua itu hanya menjadi sebuah kenanggan. Ia tak lagi
menampakkan rona keceriaan diwajahnya yang manis itu. Senyuman itu masih
tersimpan di sudut bibirnya, sampai sekarang tak seorangpun dapat mengurai
senyuman manis itu.
Pagi
itu Ia masih seperti biasanya. Bahkan rambutnya yang sebahu itu tak lagi
terjamah oleh sela-sela sisir. Kecelakaan seminnggu yang lalu memang membuatnya
kehilangan jati diri. Semuanya berawal saat dia menunggu bus di halte. Di
seberang jalan tampak seorang wanita hamil berbaju daster berwarna kelabu
dengan barang bawaan yang nyaris menutupi perutnya yang tengah hamil tua.
Fikirannya kemudian beradu, haruskah ia menolong wanita itu dan ketinggalan bus
yang sedari tadi ia tunggu? Ataukah harus membiarkan wanita yang sedang
kesusahan demi apa yang ia tunggu. Akhirnya Kiran memutuskan untuk pergi
keseberang jalan dan membantu wanita hamil itu. Ia membawakan
barang-barangnya lalu membiarkan ibu itu
beristirat sebentar.
Seketika
bus itu datang, dan kiran langsung menyambar tasnya dan secepat kilat berlari
ke seberang jalan. Tapi mengapa seketika ia merasakan kegelapan yang teramat
dalam? Tiba-tiba ia banyak mendengar deru langkah kaki dan suara jeritan, tapi
itu hanya sebentar kemudian ia tak merasakan apa-apa lagi. Ya, sebuah angkutan
umum berwarna biru yang menghempaskan tubuhnya yang kini terkulai lemah tak
berdaya di pinggir jalan.
Mata
indah itu perlahan terbuka, ia melihat sepasang suami-istri, seorang perempuan,
dan satu lagi laki-laki. Suami-istri itu yang lebih tepatnya adalah orang tua
Kiran, Selly sahabat Kiran, dan Edo. Edo adalah teman dekat Kiran, mereka baru
saja jadian 7 bulan yang lalu, tapi sudah sangat dekat dan tau kebiasaan dan
kesukaan masing-masing. Kiran sudah 2 hari tak sadarkan diri dirumah sakit, ia
juga tak ingat siapapun serta kini ia tidak lagi bisa berjalan seperi dulu.
Setelah
kepulangannya dari rumah sakitpun ia masih belum menunjukan peningkatan apapun,
setiap hari Edo maupun Selly selalu datang kerumah dan berusaha menghibur Kiran,
mengajaknya berbicara, mengajak berjalan-jalan
ke taman untuk sekedar mengembalikan ingatan-ingatan yang pernah mereka
lalui. Tapi hasilnya nol, kiran tak merespon apapun.
Begitulah
Selly menceritakan kejadian yang menyedihkan itu dari awal sampai akhir kepada
Dani, kakak Kiran yang kuliah di salah satu perguruan tinggi negri, di kota
Bandung. Dani baru saja pulang dari Bandung setelah mendengar kejadian tragis
yang menimpa adik tercintanya itu. Dani
tanpa panjang lebar langsung menuju kamar Kiran setelah mendengar penjelasan Selly.
Betapa hancur hatinya melihat Kiran yang hanya yang terkulai lemah di tempat
tidur seperti orang yang tak lagi hidup jiwanya, mukanya yang manis tampak
pucat, senyumnya yang dulu selalu menarik, sekarang sudah tidak ada. Dipeluknya
Kiran dan tetesan bening itu tak terasa membanjiri kedua belah pipinya. Ia tak
kuasa menahan dirinya, tak kuasa membendung rasa sedihnya atas apa yang menimpa
adik tersayangnya. Begitu pula dengan mama dan papa nya yang sedari tadi
melihat dari pintu.
Seperti
biasa Edo datang sepulang sekolah. Ia membawakan Kiran makanan kesukaannya
yaitu ice creem coklat.
“hai
ki....gimana kabar kamu hari ini? Sekolah sepi sekali tanpa kehadiran mu, oh
ya, aku bawakan makanan kesukaan kamu dan kamu ingat kan dulu waktu aku nembak
kamu aku bawa ice creem ini”
Dani
yang sedari tadi melihat dari sudut pintu bereaksi ketika Kiran melempar ice
creem yang di bawa Edo ke lantai. Edo dan Dani segera menenangkan Kiran dan
membawanya ke kamarnya.
Dani
pergi ke dapur mengambilkan minum untuk Kiran, baru beberapa langkah dari kamar
Kiran. Ia seperti mendengar tawa kecil Kiran tapi ia mengabaikannya, mengingat
kondisi Kiran sekarang, Kiran tak mungkin tertawa seperti itu.
Satu
minggu lagi Dani di Wisuda untuk gelar S1 Teknik Elektro yang bertepatan dengan
hari ulang tahunnya yang ke-24 tahun. Tapi tak ada rona kebahagiaan yang
terpancar dari wajahnyan, jika mengingat keadaan adiknya yang kini tak berdaya
dikursi roda. Hari terus berganti namun kedaan belum berubah sedikitpun. Hari
ini seharusnya hari yang paling membahagiakan karena ia berhasil menyelesaikan
study nya yang telah ia jalani selama 4 tahun dan juga hari ini bertepatan
dengan hari ulang tahun nya. Pagi ini Ia justru tidak semangat untuk menghadiri
acara wisudanya. Tapi orang tuanya membujuknya untuk hadir keacara yang penting
buat hidupnya itu. Dani pun mengiyakan bujukan orang tuanya itu, ia berangkat
sendiri ke kampus untuk wisuda tanpa ditemani mama dan papa nya yang masih
menjaga adik kesayangannya, Kiran. Dani tak pernah membayangkan akan begitu
menyedihkan pesta kelulusannya. Ia hanya diam, sesekali tersenyum kecil pada
orang yang menyapa dan memberi selamat kepadanya. Senyum pahit itu jelas tergambar
di sudut bibirnya itu.
Setelah
acara wisudanya selesai Dani secepatnya kembali kerumah tanpa merayakan
kelulusannya bersama teman-teman seangkatannya. Dani tidak bisa
bersenang-senang ketika hatinya menangis mengingat keadaan adiknya itu. Pukul
16.17 WIB Dani sampai di rumahnya, tapi matanya sayu menampakkan kesedihan yang
mendalam. Sesempainya dirumah Dani langsung mencari Kiran, tapi tak seorangpun
ditemuinya dirumah, termasuk mama dan papa nya. Dani merasa khawatir atas
kondisi adiknya,
“jangan-jangan
kiran masuk rumah sakit lagi.” Tanya dani dalam hatinya.
Dani
kalang-kabut atas kondisi ini, ia pun langsung lari keluar rumah dengan
terburu-buru, betapa kagetnya dani ketika melihat kiran dan kedua orang tuanya
di depan pintu, dan lebih kagetnya lagi ketika dani menyadari bahwa kiran tidak
lagi duduk dikursi roda lagi. Wajah nya tidak lagi pucat, senyumnya sudah hadir
kembali di bibir mungilnya. Apalagi ditangan kiran ada kue ulang tahun. Dani
kaget, senang bercambup kebingungan.
“sebenarnya
apa yang terjadi.” Tanya dani penuh kebingungan.
Mama,
papa dan kiran menjelaskan kalau semua ini hanya skenario belaka yang dibuat Kiran
untuk memberi kejutan kepada kakaknya tersayang, kejutan yang akan selalu di
ingat kakaknya seumur hidupnya.
Dani
pun tak habis pikir dengan apa yang dikakukan kiran, tapi yasudah lah, dani
tanpa pikir panjang lagi berlari dan memeluk erat adiknya tersayang.
Oleh : Opi Pandutama
Belum ada tanggapan untuk "Kejutan yang Tak terduga (Contoh Cerpen Terbaru 2015)"
Post a Comment
• Komentarlah sesuai apa yang di posting
• Dilarang berkomentar yang berbau SARA, kekerasan dan pornografi
• Dilarang meninggalkan link aktif
• Dilarang membaca tanpa meninggalkan komentar, :D